MAKALAH
KEWAJIBAN MENUNAIKAN HAJI DAN UMROH
(Lengkap dengan Referensi)
(Lengkap dengan Referensi)
A. PENDAHULUAN
Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Haji merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam yang sehat dan mampu, baik mampu dalam hal kesehatan juga mampu dalam hal biaya. Demikian pula dengan penempatan haji dan umrah sebagai rukun Islam kelima atau yang paling akhir. Ibadah haji baru disyari’aatkan pada abad keenam hijriyah menurut pendapat jumhur ulama’ dan diwajibkan hanya sekali dalam seumur hidup.
Penempatan haji dan umrah sebagai rukun Islam kelima, karena ibadah haji merupakan ibadah yang paling berat, memerlukan biaya yang mahal, waktu yang cukup lama dan kesiapan fisik-material serta mental-spiritual yang harus benar-benar baik. Haji dan umrah juga harus dilakukan ditempat-tempat tertentu dan waktu-waktu tetentu pula. Ibadah haji dan umrah merupakan ibadah yang meminta seluruh kesiapan kita baik rohani maupun jasmani.[1]
Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia mempunyai pandangan tertentu dalam menilai haji. Selain haji menjadi kewajiban umat muslim, haji juga menjadi salah satu tolok ukur pencapaian kesuksesan dunia seseorang. Kondisi ekonomi indonesia yang masih rendah menjadikan haji merupakan ibadah yang termahal dan mewah dengan segala aktifitas dan persyaratannya. Namun dengan kondisi tersebut, tidak sedikit muslim indonesia yang ingin dan mendaftarkan dirinya untuk melaksanakan haji walapun masih menunggu belasan tahun (waiting list) untuk keberangkatannya. Di satu sisi, pelaksanaan haji tersebut terkadang bukan karna ia melaksanakan haji wajib ain. Tetapi digunakan untuk hiburan atau sekedar berulang kali karna kecukupan biaya perlajanan haji, yang mana hal tersbut justru merampas hak bagi orang yang belum pernah melakukan haji.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas sejauh mana kewajiban haji melihat kondisi negara indonesia yang jutaan calon jamaah haji rela menunggu dengan kuota yang sangat terbatas karena mengikuti kebijakan pemerintah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa ayat yang Berkaitan dengan Haji dan Umrah?
2. Apa Pengertian Haji dan Umrah?
3. Bagaimana Kewajiban Pelaksanaan Haji dan Umroh?
C. PEMBAHASAN
1. Teks Ayat dan Terjemahnya
Dalam Al Qur’an terdapat beberapa ayat tentan haji, diantanya pada Surat Ali Imran ayat 96-97:
إنّ اوّلَ بيتٍ وُضِعَ للنَّاسِ لَلَّذِي ببَكَّةَ مُباركاً وَهُدً للْعالمين.فيه اياتٌ بيِّناتٌ مَقامُ إبراهيمَ ومن دخلَهُ كان امنًا وللهِ على الناسِ حِجُّ البيتِ مَنِ استَطَاعَ اليه سبيلاً ومن كفرَ فإِنَّاللهَ غنِيٌّ عَنِ العالمين.
”Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) bagi manusia ialah Baitullah yang (berada) di Bakkah (Makkah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi umat manusia. Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya maqam Ibrahim; siapa yang memasuki (Baitullah)), akan menjadi amanlah dia; dan mengerjakan haji adalah kewajiban bagi manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan kebaitullah. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha Karya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta”. (QS. Ali Imran/3: 96-97)[2]
2. Mufrodat
Dalam tafsir ayatul ahkam:
إنّ اوّلَ بيتٍ وُضِعَ للنَّاسِ : Rumah yang pertama (untuk ibadah), yakni baitul haram.
لَلَّذِي ببَكَّةَ : Bakkah (nama lain kota Makkah) yang berkah
مُباركاً : yang berkah (membawa tambahnya kebaikan)
وَهُدًى للْعالمين : dan menjadi petunjuk seluruh alam (karna ka’bah adalah qiblat ibdah manusia)
فيه اياتٌ بيِّناتٌ : Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang nyata
مَقامُ إبراهيمَ : maqom ibrohim (batu yang pakai pijakan ketika nabi ibrahim membangun ka’bah)
ومن دخلَهُ كان امنًا : orang yang masuk ke dalamnya akan aman jiwa dan hartanya
وللهِ على الناسِ حِجُّ البيتِ : mengerjakan haji adalah kewajiban bagi manusia terhadap Allah
مَنِ استَطَاعَ اليه سبيلاً : bagi orang yang mampu (ongkos dan kendaraannya) melakukan perjalanan kebaitullah
ومن كفرَ : barang siapa yang ingkar (kwajiban haji)
فإِنَّ اللهَ غنِيٌّ عَنِ العالمين : maka sesungguhnya Allah Maha Karya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta
3. Tafsir Ayat
- Bait adalah rumah. Yang dimaksud disini adalah rumah tempat dan sarana beribadah, bukan dalam arti bangunan tempat tinggal pertama.
- Kata بَكَّةَ Bakkah ada yang memahaminya sebagai tempat melaksanakan thawaf dimana terdapat Ka’bah. Kata ini terambil dari akar kata bahasa Arab yang berarti ramai dan berkerumun berdesakan.
- Kata (لِلنَّاسِ) an-nas dalam ayat ini dipahami dalam arti manusia secara keseluruhan, ada juga sementara penafsir yang memahaminya dalam arti manusia tertentu, yakni masyarakat kota madinah dan sekitarnya.
- Kata مُبَارَكًا. diambil dari kata yang bermakna mantab, berkesinambung dan tidak bergerak dan bertambahnya kebaikan.[3]Makkah dan Bakkah terus menerus menghasilkan kebaikan (duniawi dan ukhrowi), tetapi sementara ulama membatasinya pada yang duniawi atau material, dan memahaiminya hudan lil ‘alamin dalam arti kebajikan ukhrowi..
- Bentuk jama’ pada kata (عَالَمِيْنَ) ‘menunjukkan banyak dan beragam. Sejak masa dikumandangkannya ibadah haji oleh Ibrahim AS maka sesungguhnya manusia telah berkunjung kesana sejak waktu itu dan menjadikanya sebagi sarana dan tempat melaksanakan serta memperoleh petunjuk illahi.
- مقام ابراهيم maqam adalah tempat berdiri. Maqam ibrahim adalah tempat beliau berdiri membangu ka’bah dan juga seluruh masjid Al-haram. Ada juga yang memahami istilah itu sebagai satu tempat yang ditandai dengan sebuah batu bekas telapak kedua kaki Ibrahim AS. Dimana beliau pernah sholat. Batu tersebut kini diletakkan didalam sebuah bejana kaca.
- امناmendatangkan ketenangan dan rasa aman yang diraih oleh mereka yang berkunjung kesana dengan firman-NYA; barang siapa memasukinya (baitullah itu) menjadi amanlah ia, yakni siapapun yang berkunjung dan masuk ke Ka’bah, atau masuk ke masjid dimana Ka’bah itu berada. Ia tidak akan diganggu, karena Allah menghendaki agar siapapun yang mengunjunginya dengan tulus, merasa tenang dan tentram, terhindar dari rasa takut terhadap segala macam gangguan lahir dan batin.
- (وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ) Dhohir pemahaman ayat ini, mengatakan bahwa semua manusia dipanggil kesana (wajib melaksanakan haji), tetapi Allah maha bijaksana. Segera setelah menjelaskan kewajiban itu atas semua manusia, Allah mengecualikan sebagian mereka dengan firmannya : bagi yang sanggup (mampu) mengadakan perjalanan kesana. Ini berarti yang tidak sanggup, maka Allah memaafkan mereka.[4]
- استطاعDalam ayat di atas, diterangkan bahwa haji itu adalah wajib bagi setiap umat Muhammad yang berkemampuan (isthitha’ah) untuk melakukannya.
- ومن كفر Perlu dicatat menyangkut firman ini “Siapa yang kafir” bahwa kufur dalam penggunaan al-Qur’an mempunyai aneka makna, antar lain dalam arti durhaka, kikir, tidak mensyukuri nikmat dan tidak percaya pada ajaran islam, ketiga makna ini dapat dicakup oleh kata kufur pada ayat di atas, dengan melihat sikap dan perilaku yang enggan memenuhi kewajiban ini. Apabila ia tidak mengakui kewajiban tersebut maka ia kafir dalam arti tidak percaya pada ajaran islam, tetapi bila dia mengakui kewajiban itu namun enggan melaksanakannya maka ia durhaka, dan bila ia mencari dalih untuk menunda-nundanya maka ia adalah seorang yang tidak mensyukuri nikmat Allah dalam arti mengkufuri-Nya.[5]
4. Fiqhul Ayat
a. Pengertian Haji dan Umrah.
Haji menurut bahasa adalah menuju pada suatu tempat berulang kali atau menuju kepada sesuatu yang diagungkan. Oleh karena para muslim mengunjungi Baitul Haram berulang kali pada tiap-tiap tahun dinamakan ibadah tersebut dengan haji, atau nusk (ibadah). Atau karena Baitullah merupakan tempat yang diagungkan, maka pekerjaan mengunjunginya dinamakan dengan haji.
Makna hijjul bait menurut syara’ adalah mengunjungi Baitullah dengan sifat yang tertentu, di waktu yang tertentu, disertai oleh perbuatan-perbuatan yang tertentu pula. Para ulama’ telah mengkhususkan kalimat hajju untuk mengunjungi ka’bah, buat menyelesaikan manasik haji.[6]
Dalam buku lain dikatakan pengertian haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan amalan wuquf, thawaf, sa’i dan amalan lainnya pada masa tertentu, demi memenuhi panggilan Allah SWT serta mengharapkan ridla-Nya.[7]
Sedangkan Umroh menurut bahasa bermakna “ziarah”. Menurut istilah syara’ umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan thawaf disekelilingnya, bersa’i antara Shafa dan Marwah, dan mencukur atau menggunting rambut.[8]
Dalam buku lain dikatakan pengertian umrah adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan amalan thawaf, sa’i dan bercukur demi mengharap ridlo Allah SWT.[9]
b. Kriteria Mampu
Terdapat beberapa pandangan mufassirdalam menafsirkan kata استطاع (Mampu). Ada yang mengatakan isthitha’ah dalam hal biaya (bekal) dan perjalanan, dan ada pula yang mengatakan sehat badan, aman di perjalanan, dan memiliki harta untuk biaya dan bekal perjalanan, bahkan juga untuk biaya keluarga yang ditinggalkan, yang masih menjadi tanggunganya. Ringkasnya, isthitha’ah dalam haji itu mempunyai makna yang luas, meliputi kesiapan fisik dan mental, serta biaya dan perbekalan bahkan juga keamanan selama perjalanan pulang dan selama tinggal di Makkah dan Madinah.
Pada zaman modern ini tidak sedikit orang yang menunaikan ibadah haji bukan atas biaya sendiri melainkan atas bantuan/ ajakan/ undangan orang/ pihak lain. Ini sekali lagi menunjukan betapa luas isi kandungan isthitha’ah pada ayat di atas. Memang seperti disimpulkan Al-Maraghi, kewajiban menunaikan ibadah haji yang mempunyai batasan isthitha’ah yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan personal yang bersangkutan dan perubahan zaman. Hanya saja, seperti dinyatakan Ali As-Sayis, umumnya ulama’ sepakat bahwa biaya dan bekal serta aman di perjalanan merupakan dua syarat yang mesti termasuk ke dalam isthitha’ah.[10]
c. Kewajiban Melaksanakan Haji dan Umroh
Dalam Kitab Tafsir As Showi Syekh Ali Asshobuni menjelaskan tentang kewajiban haji dan umroh pada QS. Al-Baqarah 196-197::
المتبادر من الأية يشهد لقول الشافعي بوجوب العمرة عيناً في العمرة مرَّةً كالحج ، وقال مالك بسنتها في العمرة مرةً عيناً ، وقرئَ وأقيموا الحج والعمرة وهي يؤيد مذهب الشافعي سيماً مع كون الأصلِ في الأمر الوجوب، وحجة مالك أن المراد تموهما إذا شرعتم فيهما ، ولا يلزم من وجوب الإتمام وجوب الإبتداءِ ، فالحاصل أن العلماءَ إتفقوا على الوجوب الحج عيناً في العمرة مرةً وما عدا ذلك فهو فرض كفاية لإقامة الموسم ، واتفقوا على مشروعية العمرة واختلفوا في حكمها ، فقال الشافعي بوجوبها كالحج وحمل الإتمام على الأداء وقال مالك بسنتها وحمل الإتمام على حقـيـقـته.
Dari QS. Al-Baqarah ayat 196-197 menyatakan terhadap pendapatnya Imam Syafi’i mengenai wajib ainnya umrah satu kali dalam seumur hidup seperti haji, sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa umrah hukumnya sunnah ain satu kali dalam seumur hidup.
Kalimat وَاتِمُّوا الحَجَّ والعمرةَ dibaca وأقيموا الحج والعمرة bacaan ini menguatkan pendapatnya Imam Syafi’i lebih-lebih terhadap pendapatnya bahwa keduanya (haji dan umrah) perintah aslinya adalah wajib ain. Adapun pendapat Imam Malik bahwa sesungguhnya yang dimaksud adalah menyempurnakan haji dan umrah ketika disyariatkan saja. tidak harus wajibnya menyempurnakan itu wajib permulaanya.
Alhasil, para ulama’ sepakat atas wajib ainnya haji satu kali seumur hidup adapun lainnya adalah fardu kifayah karena berdirinya musim disyariatkan haji. Sedangkan tentang umroh, hukumnya para ulama’ berbeda pendapat. Imam Syafi’i mewajibkan umrah seperti haji karena haji wajib menyempurnakan. Sedangkan, Imam Malik berpendapat bahwa umrah itu sunnah dan itmam diartikan hakiki maknanya.[11]
Terlepas dari perbedaan-perbedaan di atas, terdapat perbedaan yang saling melengkapi. Kunci utamanya adalah penggalan ayat itmam yang mengindikasikan adanya perintah dari Allah agar dalam melaksanakan ibadah haji dan umrah, umat Islam harus berusaha sekuat daya unutk mengerjakannya dengan sempurna. Dalam Al Qur’an Surat Al Baqoroh Ayat 196 mengatakan:
وَاَتِمُّوا اْلحَجَّ وَاْلعُمْرَةَ لِله
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.”
Kata atimmu/sempurnakanlah oleh sementara ulama’ di pahami dalam arti,”laksanakanlah masing-masing dengan sempurna, sehingga tidak ada salah satu unsurnya pun yang tersisa.” Perintah ini dipahami oleh sementara ulama’ dalam arti perintah melaksanakan keduanya sebagaimana ditetapkan syari’at, dan dengan demikian hukum haji dan umrah adalah wajib.
Ada juga yang memahami perintah penyempurnaan itu dalam arti,”sempurnakanlah keduanya sesuai dengan apa yang seharusnya dilaksanakan dalam kegiatan umrah dan haji.” Redaksi tersebut menurut pendapat ini tidak berbicara tentang hukum pelaksanaan haji dan umrah dari segi syari’at, apakah wajib atau sunnah, tetapi yang dituntut hanya kesempurnaan pelaksanaan keduanya sebaik mungkin.
Maka perbedaan itu terjadi yang pasti ialah ibadah haji adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu sekali seumur hidup. Nabi Muhammad SAW pun hanya sekali berhaji, sedang ibadah umrah, hukumnya diperselisihkan ulama’, ada yang menilainya wajib dan ada juga yang berpendapat hukumnya hanya sunnah. Nabi SAW melaksanakan umrah sebanyak 4 kali.[12]
D. ANALISA
Analisa pertama,di atas sudah dibahas mengenai hukum haji dan umrah, sekarang ayat yang berhubungan dengan ayat tersebut adalah firman Allah ولله على الناس حج البيت dimana ayat ini dijadikan من استطاع اليه سبيلا (QS. Ali Imran 97).
Syarat melaksanakan haji ketika mampu menjalankannya yang meliputi adanya kendaraan, bekal, amanya jalan, dan mampu untuk berjalan. Permasalahan yang muncul sekarang adalah apakah hukumnya berhaji dengan cara kredit atau mengambil sebagian gaji untuk membayar tagihan haji? Jawabanya hukumnya tetap sah.
ممن لم يكن مستطيعا لم يجب عليه الحج لكن اذا فعله (الشرقاوي ج 1. ص 46)
Orang yang tidak mampu maka ia tidak wajib haji akan tetapi jika ia melaksanakannya maka hajinya tetap sah.[13]
Analisa kedua, apakah orang-orang yang sudah lanjut usia masih diwajibkan untuk naik haji padahal mereka sudah tidak mampu melaksanakan gerak yang banyak. Sedangkan haji, membutuhkan energi gerak yang sangat banyak, alhasil banyak diantara mereka memakai alat bantu seperti kursi roda dan lain-lain. Menanggapi permasalahan di atas bagaimana hukumnya? Jawabannya sebenar mereka itu sudah tidak berkewajiban haji karena sudah tergolong bukan isthitha’ah.
والمرد السير المعهود وانقدر الا انه يحتاج الا القطع مرحلتين في بعض الايام لم يلزمه الحج لوجود الضرر (كفاية الاخيار ج 1. ص 178)
Yang dimaksud mampu berjalan. Ketika mampu berjalan dan hanya mampu memutuskan 2 marhalah dalam beberapa hari maka tidak wajib haji karena adanya kesulitan.[14]
Analisa ketiga, Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Sehingga dalam permasalahan pemberangkatan haji mempunyai poblem yang besar tentang kuota haji yang tidak sebanding dengan peminatnya. Kuota haji dibatasi menurut kebijakan pemerintah yang bekerjasama dengan pemerintah Arab Saudi. Sedangkan disisi lain muslim saat ini tergolong banyak orang yang sudah mampu melaksanakan haji. Di sisi lain, terkadang ada yang telah mampu mendaftarakan diri namun diundur hingga tahun selanjutnya. Naasnya, ajal lebih dahulu menjemput sebelum pemberangkatan yang mestinya telah terlaksana seandainya pendaftaran hajinya tidak diundur. Maka sesuai dengan deskripsi di atas akan muncul pertanyaan, terhitung mulai kapan istitho'ah seseorang yang akan melaksanakan haji ?
Isthitho'ah menurut imam ibn sholah terhitung mulai semenjak orang yang menghendaki haji memiliki biaya haji, sedangkan menurut pendapat mu'tamad (imam rofi'i & imam nawawi) terhitung mulai dari waktu pemberangkatan haji (إمكان السير) dan sudah memiliki biaya haji. [15]
E. KESIMPULAN
1. Pengertian Haji dan Umroh
Haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan amalan wuquf, thawaf, sa’i dan amalan lainnya pada masa tertentu, demi memenuhi panggilan Allah SWT serta mengharapkan ridla-Nya.
Sedangkan umrah adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan amalan thawaf, sa’i dan bercukur demi mengharap ridlo Allah SWT.
2. Kewajiban Melaksanakan Haji dan Umroh
Para ulama’ sepakat bahwa Haji hukumnya wajib ain satu kali seumur hidup adapun lainnya adalah fardu kifayah karena berdirinya musim disyariatkan haji.
Sedangkan umroh, hukumnya para ulama’ berbeda pendapat. Imam Syafi’i mewajibkan umrah seperti haji karena haji wajib menyempurnakan. Sedangkan, Imam Malik berpendapat bahwa umrah itu sunnah.
F. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, tentu saja masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk memperbaiki penyusunan makalah berikutnya dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
G. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Hijazi bin Ibrahim Asy-Syarqowi. Asy-Syarqowi. Beirut: Darul Fikr. t.th.
Imam Taqiyuddin Abi Bakar bin Muhammad Al husaini. Kifayatul Ahyar. Surabaya: Darul ‘Ilmi. t.th.
Moh. Amin Suma. Tafsir Ahkam I. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu. 1997.
M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Pedoman Haji. Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1994.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. I Jakarta: Lentera Hati, 2006
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. II Jakarta: Lentera Hati, 2006
Tim Penyusun Jurusan Tarbiyah. Buku Ajar Praktikum Ibadah Mahasiswa STAIN KUDUS. Kudus: STAIN KUDUS. 2013.
Sayyid Ahmad bin Muhammad As showi. Tafsir Showi. Lebanon: Darul fikr. 2011.
[2] Ibid, hal 124
[3]M. Quraish Shihab,2000, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati,volume 2,hal 147-149
[4]Ibid,hal.149-152
[5]Ibid,hal152-151
[6] M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Pedoman Haji. Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1994. Hal 4
[7] Tim Penyusun Jurusan Tarbiyah. Buku Ajar Praktikum Ibadah Mahasiswa STAIN KUDUS. Kudus: STAIN KUDUS. 2013. Hal 121
[12]M. Quraish Shihab,2006, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati,volume 1, hal.427-429
[14] Imam Taqiyuddin Abi Bakar bin Muhammad Al husaini. Kifayatul Ahyar. Surabaya: Darul ‘Ilmi. t.th. hal 178
[15] Al Majmu’ Syarah Muhadzab, Hasil Bahtsul Masail Fiqih FMPP Jawa Madura, Trenggalek Maret 2011.
Share This :

comment 0 Komentar Yang Masuk
more_vert